Langsung ke konten utama

Responding Paper Suku Trunyan (kelompok 5)



Menurut legenda, pohon Taru Menyan pada zaman dahulu baunya samapai tercium hingga Keraton Solo. Karena bau itulah, 4 bersaudara dari keraton Solo mencoba untuk mencari sumbernya, hingga akhirnya mereka sampai di desa Trunyan. Kemudian, kakak sulung dari 4 bersaudara tersebut jatuh cinta pada dewi yang menunggu pohon Taru Menyan. Mereka pun menikah, dan mendirikan kerajaan kecil yang letaknya persis di tepi danau Batur (tempat pohon itu tumbuh). Karena takut diserang kerajaan lain karena bau harum tersebut, maka sang Raja memerintahkan penduduk menghilangkan bau tersebut dengan cara meletakkan beberapa jenazah tepat di bawah pohon. Dan cara itupun berhasil.
Desa Trunyan merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh Suku Bali Aga atau Bali Mula yang masih teguh memegang kepercayaan leluhurnya. Suku ini merupakan suku bangsa pertama yang mendiami Pulau Bali. Di desa Trunyan, jenazah tidak dikubur atau dikremasi. Masyarakat menyimpan jenazah kerabatnya di atas tanah dengan ditutupi kain dan bambu yang disusun membentuk prisma (ancak saji). Masyarakat menamakan upacara pemakaman ini dengan istilah Mepasah.
Dalam mepasah, upacara pembersihan dilakukan dengan air hujan, setelah itu jenazah hanya diletakkan di permukaan tanah. Tempat pembaringan jenazah diber lubang sekitar 10-20 cm agar posisi jenazah tidak bergeser akibat kontur tanah yang tidak rata. Bagian tubuh di balut kain berwarna putih. Bila ada jenazah baru, maka satu jenazah yang paling lama akan dipindahkan ke tempat terbuka, tanpa ditutupi ancak saji, dan disatukan dengan jenazah lainnya dalam tatanan batu atau di bawah pohon.
Area pemakaman orang Trunyan:
1.      Sema Wayah
Dianggap sebagai yang paling baik dan paling suci, yaitu ketika jenazah dapat dimakamkan dengan cara mepasah.
Perempuan asli desa Trunyan tidak diperbolehkan mengunjungi tempat ini (tidak ada yang tau alasannya). Ketika ada upacara kematian, hanya laki-laki yang mengantarkan jenazah, sedangkan perempuan hanya mengantar hingga dermaga yang berada di depan desa. Perempuan yang sedang haid dilarang mengunjungi kawasan ini (baik penduduk asli maupun wisatawan). Wisatawan dilarang berkunjung setelah jam 6 sore, dan wisatawan yang telah selesai berkunjung disarankan mencuci wajah dengan air danau Batur untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Larangan keras mengambil apapun untuk dibawa pulang.
2.      Sema muda
Di tempat ini jenazah dikebumikan dengan cara dikubur, untuk anak-anak atau bayi yang gigi susunya belum tanggal.
3.      Sema bantas
Jenazah dikebumikan dengan cara dikubur, untuk orang yang meninggal karena ulah pati atau salah pati (meninggal tidak wajar dan ketika ada bagian tubuh yang tidak utuh).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suku Tengger

AGAMA TRADISIONAL ORANG TENGGER Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama-Agama Lokal Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, MA Kelompok 6: Durotun Nafi’ah             11150321000007 Nadya Alisha Farha       111503210000 38 Taufik                             111503210000 63 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2017 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. atas rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama-Agama Lokal yang berjudul “ AGAMA TRADISIONAL ORANG TENGGER ”. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karenanya, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Tidak lupa , kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyu

Laporan Observasi (Makalah)

LAPORAN OBSERVASI “DESA SASAK TANGERANG” Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Agama-Agama Lokal Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, MA Kelompok 6: Durotun Nafi’ah             11150321000007 Nadya Alisha Farha       111503210000 38 Taufik                             111503210000 63 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2017 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ....................................................................................................  1 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................  2 1.1   Latar Belakang .......................................................................................  2 1.2   Rumusan Masalah ..................................................................................  2 1.3   Tujuan Kegiatan .....................................................................

agama lokal ( suku minang, kutai, dan gorontalo)

SUKU MINANGKABAU PENDAHULUAN A.     Latar Belakang         Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dalam proses belajar (Koentjaraningrat). Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama  Islam  pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut. Adat  Minangkabau  pada dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak kedatangann