Langsung ke konten utama

Responding Paper Suku Batak (kelompok 3)

MITOLOGI BATAK
Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu pada zaman batu muda (Neolitikum). Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam.
Dalam mitologi Batak dunia dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu dunia atas, yang disebut Banua Ginjang, dunia tengah, yang disebut Banua Tonga dan dunia bawah tanah yang disebut Banua Toru. Dunia tengah, tempat manusia hidup, juga merupakan perantara antara dunia atas dan dunia bawah tanah. Dunia atas adalah tempat tinggal para dewata sedangkan dunia bawah tanah adalah tempat tinggal setan serta roh-roh bumi dan kesuburan. Warna yang sering digunakan orang Batak baik bagi peralatan rumah tangga, Hauduk, kain Ulos, dan ukiran kayu adalah putih, merah dan hitam merupakan simbol dari tiga dunia ini.
Pencipta dunia dalam mitologi Batak adalah Mulajadi na Bolon (atau Debata Mulajad Nabolon). Dia dibantu dengan sederetan dewa-dewi lainnya, yang dapat dibagi menjadi tujuh tingkat dalam dunia atas. Anak-anaknya merupakan tiga dewata bernama Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan Ketiganya dikenal sebagai kesatuan dengan nama Debata Sitolu Sada (tiga dewa dalam satu) atau Debata na Tolu (tiga dewata). Dalam urut-urutan dewata mereke berada di bawah Mulajadi na Bolon. Diceritakan pula bahwa Mulajadi na Bolon telah mengirim putrinya Tapionda ke bumi ke kaki gunung Pusuk Buhit. Tapionda kemudian menjadi ibu raja yang pertama di Batak.
Dewa lain yang penting adalah Debata Idup (dewa kehidupan) dan Pane na Bolon yang memimpin dunia tengah. Banyak dewa-dewi lain yang juga masih sekerabat dengan dewa-dewi Hindu di India. Antara lain Boraspati ni Tato dan Boru Saniang Naga. Selain itu juga ada roh-roh yang mendiami danau, sungai dan gunung. Dalam kepercayaan animisme Batak tradisional, semua dewa-dewi ini masih dipercayai disamping roh-roh dan jiwa leluhur (Begu).
KEPERCAYAAN PARMALIM
Sebelum agama Islam dan Kristen dan datang ke Tanah Batak, orang Batak.telah mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa yang dinamakan Tuhan Debata Mulajadi Nabolon . kepercayaan yang demikian diperkirakan telah berlangsung lama yakni sejak dari Siraja Batak. Tetapi, meskipun kepeercayaan ketuhanan telah tumbuh begitu lama dalam masyarakat Batak namun kepercayaan ini telah tumbuh begitu lama dalam masyarakat Batak namun kepercayaan ini belumlah dinamakan sebagai sebuah agama seperti nama agama Malim yang ada sekarang ini. Walaupun pada masa itu masyarakat Batak dapat dikatakan tidak beragama (pagan), namun seluruh kehidupan pribadi dan sosial orang Batak telah diresapi oleh konsep keagamaan. Paganisme orang Batak adalah campuran dari kepercayaan keagamaan kepada Debata, pemujaan, pemujaan yang bersifat animisme terhadap roh-roh yang sudah meninggal dan dinamisme. Ketiga unsur keagamaan ini saling berhubungan dan selalu ada setiap acara adat istiadat.
Agama malim disebut sebagai jalan pertemuan dengan Debata. Maksudnya, melalui agama itulah para penganutnya dapat menjalin hubungan dengan Debata, namun bukanlah berarti agama Malim inilah satu-satunya agama yang dapat dijadikan sebagai jalan untuk nbertemu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Penganut agama Malim mempercayai mengakui adanya agama lain yang jumlahnya banyak di atas permukaan bumi dan agama-agama itu dipercayai berasal dari Debata yang diturunkan kepada manusia yang berlainan suku dan bangsa.
AJARAN AGAMA MALIM
1.            Konsep Kesucian Diri Menurut Agama Malim
Agama Malim sebagai jalan pertemuan dimaksudkan bahwa melalui agama inilah para penganutnya dapat melakukan hubungan dengan Debata baik pada waktu melakukan upacara keagamaan maupun di luar upacara keagamaan. Di dalam agama Malim apabila manusia mengamalkan ajaran dan ibadat maka ia telah memiliki kesucian jiwa (tondi hamalimon). Artinya pada dirinya telah tertanam ruh atau cahaya kesucian dari Debata sebagai akibat dari pengamalan ajaran yang sempurna inilah konsep kesucian diri yang tertinggi.
2.            Konsep Dosa Menurut Agama Malim
Dosa dalam agama Malim dilukiskan sebagai perbuatan yang menjijikkan Debata (Pangalaho Hagigion ni  Debata), artinya tidak sesuai dengan hukum Debata. Timbulnya dosa pada diri seseorang  pada hakikatnya berawal dari adanya sifat dan perbuatan jahat (haangaton) yang dilatar belakangi oleh sifat telalu cinta terhadap dunia atas dorongan nafsu serakah yang tak terkontrol, sifat seperti ini menyebabkan manusia lupa terhadap peraturan yang diajarkan oleh Debata. Oleh sebab itu muncullah perbuatan jahat sehingga terjadilah dosa.
MITOLOGI BATAK
Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu pada zaman batu muda (Neolitikum). Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam.
Dalam mitologi Batak dunia dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu dunia atas, yang disebut Banua Ginjang, dunia tengah, yang disebut Banua Tonga dan dunia bawah tanah yang disebut Banua Toru. Dunia tengah, tempat manusia hidup, juga merupakan perantara antara dunia atas dan dunia bawah tanah. Dunia atas adalah tempat tinggal para dewata sedangkan dunia bawah tanah adalah tempat tinggal setan serta roh-roh bumi dan kesuburan. Warna yang sering digunakan orang Batak baik bagi peralatan rumah tangga, Hauduk, kain Ulos, dan ukiran kayu adalah putih, merah dan hitam merupakan simbol dari tiga dunia ini.
Pencipta dunia dalam mitologi Batak adalah Mulajadi na Bolon (atau Debata Mulajad Nabolon). Dia dibantu dengan sederetan dewa-dewi lainnya, yang dapat dibagi menjadi tujuh tingkat dalam dunia atas. Anak-anaknya merupakan tiga dewata bernama Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan Ketiganya dikenal sebagai kesatuan dengan nama Debata Sitolu Sada (tiga dewa dalam satu) atau Debata na Tolu (tiga dewata). Dalam urut-urutan dewata mereke berada di bawah Mulajadi na Bolon. Diceritakan pula bahwa Mulajadi na Bolon telah mengirim putrinya Tapionda ke bumi ke kaki gunung Pusuk Buhit. Tapionda kemudian menjadi ibu raja yang pertama di Batak.
Dewa lain yang penting adalah Debata Idup (dewa kehidupan) dan Pane na Bolon yang memimpin dunia tengah. Banyak dewa-dewi lain yang juga masih sekerabat dengan dewa-dewi Hindu di India. Antara lain Boraspati ni Tato dan Boru Saniang Naga. Selain itu juga ada roh-roh yang mendiami danau, sungai dan gunung. Dalam kepercayaan animisme Batak tradisional, semua dewa-dewi ini masih dipercayai disamping roh-roh dan jiwa leluhur (Begu).
KEPERCAYAAN PARMALIM
Sebelum agama Islam dan Kristen dan datang ke Tanah Batak, orang Batak.telah mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa yang dinamakan Tuhan Debata Mulajadi Nabolon . kepercayaan yang demikian diperkirakan telah berlangsung lama yakni sejak dari Siraja Batak. Tetapi, meskipun kepeercayaan ketuhanan telah tumbuh begitu lama dalam masyarakat Batak namun kepercayaan ini telah tumbuh begitu lama dalam masyarakat Batak namun kepercayaan ini belumlah dinamakan sebagai sebuah agama seperti nama agama Malim yang ada sekarang ini. Walaupun pada masa itu masyarakat Batak dapat dikatakan tidak beragama (pagan), namun seluruh kehidupan pribadi dan sosial orang Batak telah diresapi oleh konsep keagamaan. Paganisme orang Batak adalah campuran dari kepercayaan keagamaan kepada Debata, pemujaan, pemujaan yang bersifat animisme terhadap roh-roh yang sudah meninggal dan dinamisme. Ketiga unsur keagamaan ini saling berhubungan dan selalu ada setiap acara adat istiadat.
Agama malim disebut sebagai jalan pertemuan dengan Debata. Maksudnya, melalui agama itulah para penganutnya dapat menjalin hubungan dengan Debata, namun bukanlah berarti agama Malim inilah satu-satunya agama yang dapat dijadikan sebagai jalan untuk nbertemu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Penganut agama Malim mempercayai mengakui adanya agama lain yang jumlahnya banyak di atas permukaan bumi dan agama-agama itu dipercayai berasal dari Debata yang diturunkan kepada manusia yang berlainan suku dan bangsa.
AJARAN AGAMA MALIM
·         Konsep Kesucian Diri Menurut Agama Malim
Agama Malim sebagai jalan pertemuan dimaksudkan bahwa melalui agama inilah para penganutnya dapat melakukan hubungan dengan Debata baik pada waktu melakukan upacara keagamaan maupun di luar upacara keagamaan. Di dalam agama Malim apabila manusia mengamalkan ajaran dan ibadat maka ia telah memiliki kesucian jiwa (tondi hamalimon). Artinya pada dirinya telah tertanam ruh atau cahaya kesucian dari Debata sebagai akibat dari pengamalan ajaran yang sempurna inilah konsep kesucian diri yang tertinggi.
·          Konsep Dosa Menurut Agama Malim
Dosa dalam agama Malim dilukiskan sebagai perbuatan yang menjijikkan Debata (Pangalaho Hagigion ni  Debata), artinya tidak sesuai dengan hukum Debata. Timbulnya dosa pada diri seseorang  pada hakikatnya berawal dari adanya sifat dan perbuatan jahat (haangaton) yang dilatar belakangi oleh sifat telalu cinta terhadap dunia atas dorongan nafsu serakah yang tak terkontrol, sifat seperti ini menyebabkan manusia lupa terhadap peraturan yang diajarkan oleh Debata. Oleh sebab itu muncullah perbuatan jahat sehingga terjadilah dosa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suku Tengger

AGAMA TRADISIONAL ORANG TENGGER Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama-Agama Lokal Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, MA Kelompok 6: Durotun Nafi’ah             11150321000007 Nadya Alisha Farha       111503210000 38 Taufik                             111503210000 63 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2017 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. atas rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama-Agama Lokal yang berjudul “ AGAMA TRADISIONAL ORANG TENGGER ”. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karenanya, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Tidak lupa , kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyu

Laporan Observasi (Makalah)

LAPORAN OBSERVASI “DESA SASAK TANGERANG” Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Agama-Agama Lokal Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, MA Kelompok 6: Durotun Nafi’ah             11150321000007 Nadya Alisha Farha       111503210000 38 Taufik                             111503210000 63 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2017 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ....................................................................................................  1 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................  2 1.1   Latar Belakang .......................................................................................  2 1.2   Rumusan Masalah ..................................................................................  2 1.3   Tujuan Kegiatan .....................................................................

agama lokal ( suku minang, kutai, dan gorontalo)

SUKU MINANGKABAU PENDAHULUAN A.     Latar Belakang         Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dalam proses belajar (Koentjaraningrat). Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama  Islam  pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut. Adat  Minangkabau  pada dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak kedatangann