Langsung ke konten utama

Responding Paper Suku Asmat (kelompok 11)



Suku Asmat meyakini bahwa mereka berasal dari keturunan dewa Fumeripitsy yang turun dari dunia gaib yang berada di seberang laut di belakang ufuk tempat terbenamnya matahari. Menurut mereka, dewa nenek-moyang dulu mendarat di bumi pada suatu tempat yang jauh di pegunungan. Dalam perjalananannya turun ke hilir sampai ia tiba di tempat yang kini didiami oleh orang Asmat hilir.
Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku ini terbagi menjadi 2 populasi, yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan di bagian pedalaman. Namun Asmat berasal dari kata-kata ‘As Akat’ yang menurut orang Asmat artinya orang-orang yang tepat. Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa Asmat berasal dari kata ‘Osamat’, yang artinya manusia dari pohon. Tapi, menurut tetangga suku Asmat (suku Mimika), suku Asmat berasal dari kata-kata mereka untuk suku ‘manue’, yang berarti pamakan manusia.
Suku ini tersebar dan mendiami wilayah sekitar pantai laut Arafuru dan hutan belantara di pegunungan Jayawijaya. Dalam kehidupan mereka, batu sangat berharga dan dapat dijadikan sebagai mas kawin. Suku Asmat memiliki ciri-ciri fisik ang khas, mereka berkulit hitam, berambut keriting, dan rata-rata laki-laki tinggi badannya 172 cm, dan perempuan 162 cm. Mereka hidup dari berburu dan bercocok tanam. Rumah adat suku Asmat disebut Jeu, dengan panjang rumah sampai 25 m. Suku Asmat terkenal dengan seni ukirnya. Mereka memiliki pakaian tradisional yang khas, pria-wanita mengenakan bawahan seperti rok yang terbuat dari rajutan daun sagu. Pada bagian kepala, mereka mengenakan penutup yang terbuat dari rajutan daun sagu dan pada sisi atasnya dipenuhi bulu burung kasuari. Mereka memakai pakaian adat rumbai-rumbai dari daun sagu, hanya untuk bagian tertentu. Dalam berhias, mereka membutuhkan tanah merah untuk warna merah, warna putih dari kulit kerang yang dihaluskan, dan hitam dari arang kayu yang dihaluskan.
Adat-istiadat:
1.      Kehamilan. Calon generasi penerus dijaga dengan baik agar dapat lahir dengan selamat.
2.      Kelahiran. Dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar dengan sembilu (bambu yang dijalarkan), lalu diberi ASI hingga 2 atau 3 tahun.
3.      Pernikahan. Untuk suku Asmat yang telah berusia 17 tahun, dilakukan peminangan oleh orangtua pihak laki-laki. Setelah kedua belah pihak setuju, maka dilakukan uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas kawin piring antik yang berdasarkan nilai uang kesepakatan kapal perahu Johnson.
4.      Kematian. Jenazah disimpan dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini. Bila masyarakat umum, maka jasad dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari keluarga yang ditinggalkan.
Suku Asmat beragama Katolik, Protestan, dan animisme. Adat-istiadat mereka mengakui bahwa mereka adalah anak dewa yang berasal dari dunia mistik yang letaknya dimana matahari. Suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat 3 macam roh yang masing-masing memiliki sifat baik, jahat, dan yang jahat namun mati. Mereka juga yakin bahwa di tempat tinggal manusia juga ada 3 macam roh tadi, yaitu:
·         Yi-Ow, yaitu roh nenek moyang yang baik, terutama pada keturunannya.
·         Osbopan, yaitu roh jahat yang dianggap penghuni dari beberapa jenis tertentu.
·         Dambin-Ow, yaitu roh jahat yang mati konyol.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suku Tengger

AGAMA TRADISIONAL ORANG TENGGER Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama-Agama Lokal Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, MA Kelompok 6: Durotun Nafi’ah             11150321000007 Nadya Alisha Farha       111503210000 38 Taufik                             111503210000 63 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2017 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. atas rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama-Agama Lokal yang berjudul “ AGAMA TRADISIONAL ORANG TENGGER ”. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karenanya, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Tidak lupa , kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyu

Laporan Observasi (Makalah)

LAPORAN OBSERVASI “DESA SASAK TANGERANG” Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Agama-Agama Lokal Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, MA Kelompok 6: Durotun Nafi’ah             11150321000007 Nadya Alisha Farha       111503210000 38 Taufik                             111503210000 63 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2017 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ....................................................................................................  1 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................  2 1.1   Latar Belakang .......................................................................................  2 1.2   Rumusan Masalah ..................................................................................  2 1.3   Tujuan Kegiatan .....................................................................

agama lokal ( suku minang, kutai, dan gorontalo)

SUKU MINANGKABAU PENDAHULUAN A.     Latar Belakang         Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dalam proses belajar (Koentjaraningrat). Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama  Islam  pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut. Adat  Minangkabau  pada dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak kedatangann