Langsung ke konten utama

Responding Paper Suku Lombok (kelompok 9)

Sebelum kedatangn pengaruh asing di Lombok, Boda merupakan kepercayaan asli orang Sasak. Orang Sasak pada waktu itu, yang menganut kepercayaan ini disebut Sasak-Boda. Sasak adalah penduduk asli dan merupakan kelompok etnis mayoritas di Lombok. Wallance menyebutkan bahwa orang Sasak dapat dikelompokan kedalam jenis keturunan Melayu. Mereka meliputi lebih dari 90% keseluruhan penduduk Lombok.
Islam Watu Telu, merupakan nama yang diletakan kepada salah satu komunitas masyarakat Sasak muslim yang tinggal di desa Bayan Lombok Ada beberapa pendapat yang di munculkan pleh para peneliti tentang asal-usul Islam Watu Telu. Teori-teori tersebut antara lain menyebutkan, kehadiran watu telu disebabkan oleh karena kesalahan para mubalig pembawa Islam yang meninggalkan pulau Lombok lebih awal sebelum ajaran Islam yang disampaikan secara lengkap(sempurna) kepada masyarakat Sasak. Pendapat lain menyatakan, karena adanya upaya “pengaburan” ajaran-ajaran Islam yang dilakukan oleh pendanda (Pendeta) Bali terhadap masyarakat Sasak pada awal-awal Islam masuk ke Lombok. Pendapat lain menyebutkan, terbentuknya Islam Wetu Telu lebih disebabkan karena ketidaktegasan para mubalig muslim untuk menolak ajaran-ajaran  pra-Islam (lokal) dalam masyarakat Lombok.
Islam Wetu Telu yang sebagian besar adalah masyarakat pedesaan yang terisolir dan terbelakang dalam kehidupan. Mereka pada umumnya berdomisili di bagian utara dan selatan pulau Lombok. Namun penganut Islam Wetu Telu yang masih dapat bertahan sampai saat ini hanya di bagian utara pulau Lombok, tepatnya di desa Bayan Kabupaten Lombok Barat dan sekaligus menjadi pusat Islam Wetu Telu.
Orang Islam Wetu Telu di Bayan sendiri memiliki pandangan yang berbeda dengan pemahaman seperti orang Waktu Lima. Mereka mengatakan Wetu berasal dari kata metu, yang berarti muncul atau datang dari, sedangkan telu artinya tiga. Secara simbolis hal ini mengungkapkan bahwa semua makhluk itu muncul (metu)  melalui tiga macam sistem reproduksi :
1.    Melahirkan (menganak), seperti manusia dan mamalia
2.    Bertelur (menteluk), seperti burung
3.    Berkembang dari benih dan buah (mentiuk), seperti biji-bijian, sayuran, buah-buahan, pepohonan dan tanaman lainnya.
Dalam pemahaman mereka, secara simbolis Wetu Telu menyakini :
1.    Tiga macam system reproduksi seperti yang disebutkan sebelumnya
2.    Keseimbangan antara dunia Makro dan Mikro
3.    Upacara yang menyertai tiap-tiap tahap proses transpormatif dalam kehidupan seseorang (dari lahir, hidup dan mati)
4.    Pengakuan terhadap Tuhan, Adam dan Hawa.
Pada prinsipnya, istilah Islam wetu telu datang dari luar dan masyarakat adat penganut ajaran yang disebut wetu telu ini mengaku beragama Islam dan telah menganut ajaran ini selama ratusan tahun. Akan tetapi, masalah tentang asal mula wetu telu ini banyak yang berbeda pendapat. Ada yang mengatakan berasal dari pemeluknya dan ada pula menolak anggapan tersebut.
Ritual-ritual Wetu telu terlihat pada acara; buang au, ngurisan, ngitanan, merosok, merarik, lebaran topat, selametan dan maulidan yang berbeda pada peringatan maulid pada umumnya. Ritual ini masih terpelihara di beberapa daerah dengan konstruksi konten yang lebih bernuansa keislaman murni.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suku Tengger

AGAMA TRADISIONAL ORANG TENGGER Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama-Agama Lokal Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, MA Kelompok 6: Durotun Nafi’ah             11150321000007 Nadya Alisha Farha       111503210000 38 Taufik                             111503210000 63 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2017 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. atas rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama-Agama Lokal yang berjudul “ AGAMA TRADISIONAL ORANG TENGGER ”. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karenanya, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Tidak lupa , kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyu

Laporan Observasi (Makalah)

LAPORAN OBSERVASI “DESA SASAK TANGERANG” Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Agama-Agama Lokal Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, MA Kelompok 6: Durotun Nafi’ah             11150321000007 Nadya Alisha Farha       111503210000 38 Taufik                             111503210000 63 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2017 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ....................................................................................................  1 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................  2 1.1   Latar Belakang .......................................................................................  2 1.2   Rumusan Masalah ..................................................................................  2 1.3   Tujuan Kegiatan .....................................................................

agama lokal ( suku minang, kutai, dan gorontalo)

SUKU MINANGKABAU PENDAHULUAN A.     Latar Belakang         Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dalam proses belajar (Koentjaraningrat). Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama  Islam  pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut. Adat  Minangkabau  pada dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak kedatangann