Langsung ke konten utama

Responding Paper Suku Mentawai (kelompok 12)



Suku Mentawai berada di Kepulauan Mentawai, sebelah Barat daratan Sumatera yang terbentang di Samudera India. Menurut para peneliti dari ilmu antropologi, orang Mentawai berasal dari Nias dan Batak. Dan ada juga yang berpendapat bahwa nenek moyang suku Mentawai berasal dari dari bangsa Mongolia.
Secara ilmiah dan logis, asal nenek moyang suku Mentawai adalah dari Sikebbukat Siburu’ (nenek moyang terdahulu). Karena masih adanya kebudayaan pada masa Tua yang masih dibawa hingga sekarang, yaitu membuat gambar-gambar di tubuh (tato). Pewarna yang digunakan berasal dari arang dan air tebu yang dipanaskan dengan tempurung kelapa. Jarumnya terbuat dari tulang hewan atau kayu karai yang diruncingkan. Dengan mengetok-ngetoknya, maka terciptalah garis-garis yang merupakan motif utama tato Mentawai. Bagi orang Mentawai, tato merupakan busana abadi yang dapat dibawa mati. Salah satu fungsi tato ini adalah sebagai identitas diri dan perbedaan status sosial seseorang. Selain itu, tato Mentawai juga merupakan simbol keseimbangan alam. Karenanya, benda-benda seperti batu, hewan, dan tumbuhan harus diabadikan di atas tubuh.
Pemukiman suku Mentawai di Pulau Siberut terpusat di sepanjang sungai yang terdapat di pulau tersebut. Orang Mentawai termasuk dalam golongan suku bangsa Melayu dengan ciri fisik berkulit sawo matang. Makanan pokok mereka adalah sagu. Menanam dan mengolah sagu adalah tugas laki-laki. Sedangkan jenis tanaman lain dikerjakan oleh wanita. Selain bercocok tanam, mereka juga beternak ayam dan babi. Mereka juga memanfaatkan hasil hutan untuk membuat perahu dan rumah. Interaksi antar-individu dari penduduk asli dan pendatang biasanya hanya sejauh menyangkut kepentingan mata pencaharian.
Penganutan terhadap sistem kepercayaan tradisional orang Mentawai terlihat masih menonjol. Dilihat dari kepercayaan, penduduk asli Mentawai yang pedalaman masih erat menganut kepercayaan yang mengagungkan roh nenek moyang dan percaya pada batu-batu, pohon-pohon, dan benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan magis. Kepercayaan ini disebut Arat Sabulungan, yang dalam bahasa asli disebut ketsat atau kere. Sejak dihapuskannya kepercayaan ini, daerah-daerah di Kepulauan Mentawai menjadi lahan untuk menyebarkan agama-agama resmi.
Upacara adat:
1.      Punen labak. Punen artinya pesta, Labak artinya besi. Dilakukan ketika benda-benda logam dibeli dengan cara barter dengan pedagang dan dibawa ke dalam Uma. Ketika tidak dilakukan Punen Labak, maka si pemilik akan mendapati mala petaka.
2.      Punen tubu. Dilakukan setelah ritual punen labak. Bertujuan sebagai perlindungan tubuh terhadap roh-roh jahat.
3.      Ritual buluakanen. Dilakukan keesokan hari setelah punen tubu. Dilakukan oleh semua laki-laki. Mereka pergi ke gunung untuk berburu, dipimpin oleh Sipangunan. Setelah sampai di hutan, mereka istirahat dan kemudian Sipangunan melakukan ritual buluakanen.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suku Tengger

AGAMA TRADISIONAL ORANG TENGGER Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama-Agama Lokal Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, MA Kelompok 6: Durotun Nafi’ah             11150321000007 Nadya Alisha Farha       111503210000 38 Taufik                             111503210000 63 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2017 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. atas rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama-Agama Lokal yang berjudul “ AGAMA TRADISIONAL ORANG TENGGER ”. Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karenanya, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Tidak lupa , kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyu

Laporan Observasi (Makalah)

LAPORAN OBSERVASI “DESA SASAK TANGERANG” Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Agama-Agama Lokal Dosen Pembimbing: Siti Nadroh, MA Kelompok 6: Durotun Nafi’ah             11150321000007 Nadya Alisha Farha       111503210000 38 Taufik                             111503210000 63 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2017 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ....................................................................................................  1 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................  2 1.1   Latar Belakang .......................................................................................  2 1.2   Rumusan Masalah ..................................................................................  2 1.3   Tujuan Kegiatan .....................................................................

agama lokal ( suku minang, kutai, dan gorontalo)

SUKU MINANGKABAU PENDAHULUAN A.     Latar Belakang         Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dalam proses belajar (Koentjaraningrat). Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama  Islam  pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut. Adat  Minangkabau  pada dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak kedatangann