Secara geografis, suku Tengger berada di sekitar kawasan
pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur, Indonesia. Penduduk Tengger
menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
Probolinggo, dan Kabupaten Malang.
Menurut
mitos atau legenda yang berkembang di masyarakat suku Tengger, mereka berasal
dari keturunan Roro Anteng yang merupakan putri dari Raja Brawijaya dengan Joko
Seger putra seorang Brahmana. Nama suku Tengger diambil dari akhiran nama kedua
pasang suami istri itu yaitu, “Teng” dari Roro Anteng dan “Ger” dari Joko
Seger.
Menurut beberapa ahli sejarah, suku Tengger merupakan
penduduk asli orang Jawa yang pada saat itu hidup pada masa kejayaan Majapahit.
Saat masuknya Islam di Indonesia (pulau Jawa) saat itu terjadi persinggungan
antara Islam dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, salah satunya adalah
Majapahit yang merasa terdesak dengan kedatangan penga ruh Islam, kemudian
melarikan diri ke wilayah Bali dan pedalaman di sekitar Gunung Bromo dan
Semeru. Mereka hidup di
sekitar orang Jawa yang telah mengalami banyak perubahan sejak abad ke-19.
Setidaknya di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terdapat beberapa
data arkeologis yang dapat mengungkapkan kesejarahan orang Tengger.
Kepercayaan masyarakat Tengger:
·
Animisme
Animisme (anima=nyawa, roh), ialah suatu kepercayaan yang
meyakini adanya kekuatan roh atau makhluk halus yang mengelilinginya di rumah,
di ladang, di desa, dan tempat lainnya. Roh nenek moyang bagi masyarakat
Tengger mempunyai kedudukan penting, roh nenek moyang dari anak cucu yang masih
hidup.
·
Konsep tentang Tuhan
Dalam agama Budha Tengger tidak ditemukan adanya suatu
konsep tunggal tentang Tuhan dan dewa-dewa. Menurut agama Budha Tengger untuk
daerah sekitar Ngadasari, pengertian tentang dewa Trimurti ialah Sang Hyang Betoro
Guru, Sang Hyang Betoro Wisnu, dan Sang Hyang Betoro Siwo.
·
Sembahyang dan semedi
Praktek semedi bisa dilakukan di rumah, sanggar pemujaan
dan sebagainya. Semedi tidak ada ketentuan tentang hukum kewajiban yang
mengandung sanksi. Pelaksanaan semedi lebih menjurus ke arah mengheningkan
cipta kepada Gusti Kang Maha Agung, dengan beberapa ketentuan dan bacaan doa.
Sebelum melakukan semedi harus mandi keramas terlebih dahulu dengan air air
yang sudah diberi mantra, ini dilakukan sebagai bentuk mensucikan diri. Semedi
dilakukan pada pagi hari dengan menghadap ke Timur dan sore hari dengan
menghadap ke Barat, sedangkan semedi bersama dilakukan di sanggar pemujaan pada
bulan purnama tanggal 15 setiap bulan sekali.
·
Konsep alam
Masyarakat Tengger mempercayai alam lain dibalik
kehidupan yang terlihat ini. Para dewata dalam pandangan mereka bertempat di
Suralaya, suatu tempat tertinggi yang dianggap suci. Manusia yang baik, jika ia
meninggal rohnya akan masuk surga, sebaliknya jika manusia jahat akan masuk
neraka. Bagi roh yang telah disucikan, roh itu dapat melanjutkan perjalanannya
menuju surga.
·
Tujuh ajaran tentang kehidupan
Kehidupan masyarakat Tengger dikenal sebagai masyarakat
yang teratur dan serasi. Ketaatan masyarakat terhadap ajaran agamanya dikenal
dengan tujuh ajaran kehidupan yang biasanya dibacakan saat hari raya Kesodo.
·
Peran dukun dalam masyarakat Tengger:
Seorang dukunTengger merupakan tokoh panutan
masyarakat yang mempunyai fungsi spiritual, yaitu memimpin upacara keagamaan
atau adat, memimpin upacara perkawinan, kematian dan berbagai keperluan
religius lainnya. Sedangkan fungsi sosialnya, seorang dukun berperanan
sebagai mediator antara urusan warga masyarakat (selain urusan yang berhubungan
dengan pemerintahan). Memang kadang-kadang para dukun juga
dimintai tolong oleh warga untuk urusan pengobatan, namun ini di luar fungsi
dan tugas utama seorangdukun Tengger. Fungsi utama dukun Tengger ini
adalah sebagai pemandu spiritual warga.
Berikut adalah upacara-upacara
keagamaan yang dilakukan orang tengger:
1. Hari Raya Karo
Hari raya Karo atau perayaan Karo terjadi pada
bulan ke-2 kalender Tengger (bulan Karo). Upacara ini diadakan untuk memohon keselamatan sebagai penghormatan kepada
bapak dan ibu, karena mereka merupakan perantara dari Tuhan untuk menyebarkan
bibit manusia.
2. Hari Raya
Kasadha
Upacara Kasada (Hari Raya
Yadnya Kasada) atau Kasodo yaitu suatu upacara adat suku Tengger
yang dilakukan setiap tahun sekali (penanggalan agama Hindu Tengger), yaitu
ketika sudah memasuki bulan Kasada, pada hari ke-14. Upacara Yadnya Kasada merupakan pemberian sesajen untuk
sesembahan, yaitu Sang Hyang Widhi dan para leluhur suku Tengger (Dewi Roro
Anteng dan Joko Seger). Lokasi upacara adat suku Tengger ini digelar di Pura
Luhur Poten, tepat di lautan pasir Bromo dan dekat dengan kaki Gunung Bromo. Upacara Adat Yadnya Kasada Suku Tengger atau Hari raya
kasada dilakukan pada tengah malam dan selesai pada dini hari. Upacara adat
suku Tengger ini bertujuan untuk mengangkat dukun atau tabib yang ada di setiap
desa di sekitar Gunung Bromo.
3. Upacara
Unan-Unan
Upacara
ini dilakukan dalam lima tahun sekali menurut kalender Tengger. Upacara ini
biasa disebut sebagai bersih desa. Upacara ini diperingati dengan tujuan untuk
memohon pengampunan untuk arwah para leluhur, memohon keselamatan,
kesejahteraan, dan kedamaian yang abadi. Selain itu, upacara ini juga dilakukan
dengan tujuan membersihkan desa dari gangguan makhluk halus dan juga
membersihkan arwah yang belum sempurna kematian fisiknya. Pengorbanan dalam
bentuk kerbau selalu terjadi dalam upacara Unan-unan.
4. Upacara Entas-Entas
Entas-entas merupakan suatu upacara yang berlangsung selama
tiga hari untuk membantu roh orang mati menemukan jalan ke surga.
5.
Upacara Kapat
Upacara
ini digelar pada bulan keempat menurut perhitungan Saka dan bertujuan
untuk memohon berkah keselamatan serta penyucian terhadap arah mata angin.
6.
Upacara Kawalu
Diselenggarakan
pada bulan kedelapan tahun Saka, yang digelar untuk keselamatan bumi, air, api,
angin, matahari, bulan, bintang, dan alam semesta.
7.
Upacara Kasanga
Upacara
ini jatuh pada bulan sembilan di mana masyarakat akan berkeliling desa membawa
kentongan dan obor dan sesaji untuk memohon keselamatan.
8.
Upacara Mayu Desa
Upacara
ini diselenggarakan untuk melestarikan sumber air dan terhindar dari bencana.
Ada
tiga tahap penting dalam siklus usia orang Tengger yaitu:
·
Umur
0 sampal 21 tahun (wanita) dan 27 tahun (pria), dilambangkan sebagai bramacari
yaitu masa yang tepat untuk mencari pengetahuan.
·
Usia
21 tahun (wanita) atau 27 tahun (pria) sampai 60 tahun, dilambangkan sebagai griasta,
yaitu masa yang tepat untuk membangun sebuah rumah tangga dan hidup mandiri.
·
Usia
60 tahun ke atas, dilambangkan sebagai biksuka, yaitu manusia yang harus
lebih mementingkan masa-masa akhir dalam hidupnya.
Kepercayaan mereka terlihat pada unsur animisme, yakni adanya roh-roh yang
memiliki kekuatan karena itulah mereka membuat berbagai upcara dan sesajian.
Kepercayaan masyarakat Tengger diantaranya animisme, konsep tentang tuhan,
sembahyang dan semedi dll. Dan Sebagian
besar pemuka adat Tengger mendukung diberikannya pelajaran agama Hindu di
Sekolah Dasar. Maraknya revitalisasi Hindu Tengger berawal, ketika pada
tahun 1979 rombongan pertama guru agama dari Bali tiba di Tengger.
Komentar
Posting Komentar