Suku Mentawai berada di Kepulauan Mentawai, sebelah Barat
daratan Sumatera yang terbentang di Samudera India. Menurut para peneliti dari
ilmu antropologi, orang Mentawai berasal dari Nias dan Batak. Dan ada juga yang
berpendapat bahwa nenek moyang suku Mentawai berasal dari dari bangsa Mongolia.
Secara ilmiah dan logis, asal nenek moyang suku Mentawai
adalah dari Sikebbukat Siburu’ (nenek moyang terdahulu). Karena masih adanya kebudayaan
pada masa Tua yang masih dibawa hingga sekarang, yaitu membuat gambar-gambar di
tubuh (tato). Pewarna yang digunakan berasal dari arang dan air tebu yang
dipanaskan dengan tempurung kelapa. Jarumnya terbuat dari tulang hewan atau
kayu karai yang diruncingkan. Dengan mengetok-ngetoknya, maka terciptalah
garis-garis yang merupakan motif utama tato Mentawai. Bagi orang Mentawai, tato
merupakan busana abadi yang dapat dibawa mati. Salah satu fungsi tato ini
adalah sebagai identitas diri dan perbedaan status sosial seseorang. Selain itu,
tato Mentawai juga merupakan simbol keseimbangan alam. Karenanya, benda-benda
seperti batu, hewan, dan tumbuhan harus diabadikan di atas tubuh.
Pemukiman suku Mentawai di Pulau Siberut terpusat di
sepanjang sungai yang terdapat di pulau tersebut. Orang Mentawai termasuk dalam
golongan suku bangsa Melayu dengan ciri fisik berkulit sawo matang. Makanan pokok
mereka adalah sagu. Menanam dan mengolah sagu adalah tugas laki-laki. Sedangkan
jenis tanaman lain dikerjakan oleh wanita. Selain bercocok tanam, mereka juga
beternak ayam dan babi. Mereka juga memanfaatkan hasil hutan untuk membuat
perahu dan rumah. Interaksi antar-individu dari penduduk asli dan pendatang
biasanya hanya sejauh menyangkut kepentingan mata pencaharian.
Penganutan terhadap sistem kepercayaan tradisional orang
Mentawai terlihat masih menonjol. Dilihat dari kepercayaan, penduduk asli
Mentawai yang pedalaman masih erat menganut kepercayaan yang mengagungkan roh
nenek moyang dan percaya pada batu-batu, pohon-pohon, dan benda-benda yang
dianggap memiliki kekuatan magis. Kepercayaan ini disebut Arat Sabulungan, yang
dalam bahasa asli disebut ketsat atau kere. Sejak dihapuskannya kepercayaan
ini, daerah-daerah di Kepulauan Mentawai menjadi lahan untuk menyebarkan
agama-agama resmi.
Upacara adat:
1. Punen labak. Punen artinya pesta, Labak
artinya besi. Dilakukan ketika benda-benda logam dibeli dengan cara barter
dengan pedagang dan dibawa ke dalam Uma. Ketika tidak dilakukan Punen Labak,
maka si pemilik akan mendapati mala petaka.
2. Punen tubu. Dilakukan setelah ritual punen
labak. Bertujuan sebagai perlindungan tubuh terhadap roh-roh jahat.
3. Ritual buluakanen. Dilakukan keesokan hari
setelah punen tubu. Dilakukan oleh semua laki-laki. Mereka pergi ke gunung
untuk berburu, dipimpin oleh Sipangunan. Setelah sampai di hutan, mereka
istirahat dan kemudian Sipangunan melakukan ritual buluakanen.
Komentar
Posting Komentar