LAPORAN OBSERVASI
“DESA SASAK TANGERANG”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah
Semester Mata Kuliah Agama-Agama Lokal
Dosen Pembimbing:
Siti Nadroh, MA
Kelompok 6:
Durotun Nafi’ah 11150321000007
Nadya Alisha Farha 11150321000038
Taufik 11150321000063
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH
JAKARTA
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 2
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3 Tujuan Kegiatan ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4
2.1 Pelaksanaan Observasi ........................................................................... 4
2.2 Narasumber ............................................................................................ 4
2.3 Sejarah yang ada di Desa Sasak ............................................................. 4
2.4 Upacara-Upacara di Desa Sasak ............................................................ 5
2.5 Kesenian Desa Sasak ............................................................................. 9
2.6 Jadwal Kegiatan Observasi Desa Sasak ................................................ 10
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 11
3.2 Saran ...................................................................................................... 11
REFERENSI .................................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman suku bangsa dan budaya.
Salah satu ragam suku yang memiliki kekayaan budaya adalah Desa Sasak, Kabupaten Tangerang. Desa ini terletak di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang,
Banten.
Sebagai perkampungan yang masih memegang teguh
tradisi dan adat istiadat leluhur, bentuk bangunan rumah di desa Sasak ini
termasuk sudah modern, bahkan seakan-akan tidak ada unsur tradisi dan adat
istiadat didalamnya. Akan tetapi, jika dilihat dari upacara-upacara dan
kesenian yang mereka lakukan, unsur tradisi akan sangat terlihat didalamnya.
Berdasarkan penjelasan di atas kami akan mencoba memberikan informasi lebih
mendalam tentang sejarah, upacara-upacara, dan kesenian khas yang
dilakukan masyarakat desa Sasak.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun beberapa permasalahan yang akan kami
bahas dalam laporan hasil observasi ini adalah:
1.
Bagaimana
sejarah desa Sasak di Tangerang?
2.
Apa saja
upacara yang menjadi tradisi masyarakat desa Sasak?
3.
Apa saja
kesenian yang ada di desa Sasak?
1.3 Tujuan Kegiatan
Tujuan yang ingin dicapai dalam observasi ini adalah untuk mengetahui lebih
jauh tentang gambaran kehidupan agama dan sosial masyarakat desa Sasak Tangerang. Penelitian ini juga ditujukan untuk mengetahui lebih jauh
mengenai perubahan sosial budaya yang terjadi dalam tradisi
mereka.
Adapun hasil observasi ini diharapkan dapat memiliki kegunaan yang bersifat
teoritik dan praktis. Secara teoritik, penelitian ini merupakan satu sumbangan
sederhana bagi pengembangan studi agama lokal, terutama karena observasi ini
mengkaji tentang kepercayaan-kepercayaan yang ada pada etnis kampung tersebut.
Adapun secara praktis, penelitian ini akan memberikan pemahaman terhadap
masyarakat mengenai kepercayaan yang ada di desa Sasak tersebut.
Disamping itu, observasi ini diharapkan dapat
memperkaya khazanah kepustakaan mengenai kepercayaan
yang di anut oleh masyarakat desa Sasak
Tangerang ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pelaksanaan Observasi
Hari, Tanggal : Jumat, 21 April 2017
Pukul : 09.00 WIB
Tempat : Kp. Rajeg, Desa Sasak, Kec. Mauk, Kab. Tangerang,
Banten
2.2 Narasumber
Bpk. Sabeni beserta istrinya
sebagai Ketua Adat Desa Sasak dan Ketua RT
2.3 Sejarah yang ada di Desa Sasak
Sejarah mengenai desa Sasak sendiri belum
jelas. Akan tetapi, menurut sejarah, pada
jaman sebelum Belanda datang, tinggal seorang ulama yang bernama Syekh Najihun.
Beliau merupakan salah satu menantu dan merangkap sebagai sekretaris pribadi
dari seorang ulama Syekh Nawawi yang tinggal dan meninggal
di desa Sasak.
Syekh Nawawi mempunyai gelar al-Bantani karena
ia berasal dari Banten, Indonesia. Nama lengkapnya, Abu
Abdul Mu’thi bin Muhammad bin Umar. Lahir di Kampung Tanara, Desa Tirtayasa, Kec.
Serang, Kab. Banten. Lahir pada tahun 1230 H/ 1815 M. dan meninggal
pada 25 Syawal 1314 H/ 1879 M, dalam usia 84 Tahun, di Syeb ‘Ali dan dimakamkan
di Ma’la dekat Makam Siti Khodijah, Ummul Mukminin, istri Nabi SAW. di sebuah
kawasan pinggiran kota Mekkah.
Desa Sasak berada di daerah Tangerang, tepatnya di Kecamatan Mauk. Untuk mencapai ke desa ini membutuhkan waktu sekitar 1, 5
jam dari pusat kota Tangerang dan dapat ditempuh menggunakan kendaraan pribadi ataupun
angkutan umum. Selama perjalanan di tempuh, infrastruktur jalan untuk kesana
sudah bagus (cor beton). Mayoritas pekerjaan masyarakat di desa ini
adalah buruh tani sedangkan untuk pedagang, karyawan , dan wirausaha sangatlah
sedikit. Hal ini
dikarenakan mayoritas masyarakat hanya lulusan SD (Sekolah Dasar) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama).
Gambar 1.
Balai Desa Sasak
2.4 Upacara-Upacara di Desa Sasak
Sama seperti masyarakat lain, masyarakat desa Sasak
juga melakukan berbagai upacara atau perayaan yang berhubungan dengan siklus
hidup manusia. Yang mana dalam perayaan ini masih mengandung unsur-unsur
tradisi dan adat yang mereka dapatkan dari nenek moyang mereka. Berikut
upacara-upacara yang dilakukan masyarakat desa Sasak:
a.
Upacara Kehamilan dan Kelahiran
Masyarakat
desa Sasak memiliki tradisi tersendiri dalam merayakan kehamilan. Perayaan yang
pertama dimulai ketika kandungan menginjak usia 3 bulan. Upacara ini tidak
diwajibkan untuk dilakukan oleh sang ibu atau yang disebut sunnah bagi
masyarakat desa Sasak. Selanjutnya, pada saat kandungan berusia 7 bulan, mereka
mengadakan kembali perayaan yang sama dengan upacara sebelumnya, akan tetapi
dengan runtutan acara yang berbeda. Upacara ini disebut upacara ngegedog.
Dalam upacara ini sang ibu yang mengandung hanya menggunakan kemben.
Setelah itu, sang ibu meletakkan telur diatas perutnya yang membuncit, kemudian
telur tersebut digelindingkannya hingga jatuh ke lantai atau ke tanah. Jika
telur tersebut pecah, mereka percaya bahwa bayi yang akan lahir ialah bayi yang
berjenis kelamin perempuan. Sebaliknya, jika telur tersebut tidak pecah, mereka
percaya bahwa bayi yang akan lahir ialah bayi laki-laki.
Mengenai
ritual ngegedog ini, masyarakat Sasak juga memiliki keyakinan yang lain
yaitu, apabila makanan yang disuguhkan dalam upacara ngegedog ini (seperti
rujak dan bubur) rasanya lezat dan nikmat, maka sang jabang bayi yang akan
lahir ialah perempuan. Sebaliknya, apabila rasa makanan tersebut tidak enak dan
terlalu padat, maka yang lahir ialah bayi laki-laki.
Ada
beberapa kepercayaan lain di dalam masyarakat desa Sasak, bahwasanya setiap ibu
hamil tidak boleh melakukan hal-hal yang tidak baik. Apabila perlakuan yang tak
baik itu harus dilakukan, maka mereka harus mengatakan “ting-bating”,
yang artinya amit-amit. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kecacatan pada fisik
sang jabang bayi. Ketika sang bayi lahir, maka harus ada penamaan pada sang
bayi. Pada saat penamaan, mereka merayakan hajatan yang disebut “bubur
merah, bubur putih”.
b.
Upacara Khitanan
Khitan atau
sunat pada anak laki-laki dilakukan ketika masih berusia dini, yaitu 5 sampai
12 tahun. Tradisi khitanan atau sunatan dilakukan satu hari sebelum hari
mengkhitan anak. Sehari sebelum dikhitan, si anak laki-laki akan diarak
keliling desa bak seorang raja cilik. Si anak atau disebut juga penganten sunat
diarak diatas tandu kecil yang sudah dihias sedemikian rupa. Yang mengarak
biasanya anggota keluarga, kerabat, dan tetangga.
Rombongan
penganten sunat ini keliling desa ditemani dengan kesenian Sunda yang meriah.
Ada yang menggunakan kesenian tanjidor, yaitu orkes tardisional dari Suku
Betawi dengan menggunakan alat musik tiup, gesek, dan perkusi. Ada juga yang
mengarak dengan dimeriahkan kesenian sisingaan. Sisingaan adalah kesenian Sunda
yang menggunakan tandu berbentuk kepala dan badan singa. Dalam pesta khitanan
yang menggunakan sisingaan, si anak laki-laki yang akan dikhitan diarak diatas
tandu singan tersebut. Selain itu ada pula yang mengarak dengan menampilakan
kesenian kuda renggong. Kuda renggong adalah kesenian Sunda yang mempertunjukan
kuda telah dilatih agar dapat berjalan mengikuti irama musik sambil menopang
pengantin sunat. Pesta mengarak pengantin sunat ini dilakukan agar si anak
merasa gembira dan tidak takut untuk dikhitan.
Setelah pesta
arakan, pada malam harinya diadakan acara syukuran untuk anak yang akan
dikhitan. Pada acara syukuran keluarga si anak mengundang tetangga dan keluarga
besar untuk membacakan doa-doa untuk keselamatan si anak. Dalam syukuran
biasanya digelar juga acara jamuan makan keluarga. Kemudian esok paginya, anak
yang akan dikhitan biasanya berendam di air dingin supaya baal atau kebal.
Segera setelah kebal anak pun dikhitan. Ada yang menggunakan jasa mantri ada
pula yang pergi ke dokter.
Setelah
dikhitan, digelar lagi pesta untuk si pengantin sunat agar ia melupakan rasa
sakit karena dikhitan. Pada saat ini biasanya tetangga dan kerabat keluarga
akan menyalami si anak dan memberinya uang yang dalam bahasa Sunda disebut uang
nyecep. Uang nyecep ini diberikan agar si anak berhenti menangis dan merasa
senang. Setelah itu pada malam harinya diadakan pagelaran kesenian Sunda
dihalaman rumah pengantin sunat.
Gambar 2. Upacara Khitanan atau
Sunatan
c.
Upacara pernikahan
Sebelum
ritual pernikahan dimulai, calon pengantin diharuskan berpuasa selama seminggu.
Hal ini dimaksudkan agar wajah sang pengantin bercahaya. Setelah itu, calon
pengantin dilarang mandi sebelum akad nikah dimulai. Hal ini dipercaya oleh
masyarakat desa Sasak, agar hujan tidak turun pada saat ritual pernikahan
dimulai. Masyarakat desa Sasak mempunyai keunikan dalam upacara pernikahan.
Upacara lasur dilakukan sehari sebelum upacara pernikahan dilakukan.
Upacara lasur dilakukan dengan cara: masyarakat desa Sasak melakukan
hajatan dirumah, dengan mengundang masyarakat sekitar yang diharuskan membawa
makanan di dalam hajatan tersebut. Kemudian, mereka melakukan acara resepsi
beserta akad.
Setelah
akad ada pelaksanaan yang dinamakan lempar beras. Dalam tradisi ini,
yang dilempar tidak hanya beras, melainkan beras yang dicampur dengan uang-uang
koin. Lempar beras dilakukan dengan cara sang pengantin melempar beras dan
uang-uang tersebut kepada para tamu undangan. Masyarakat desa Sasak percaya
bahwa beras yang dilempar merupakan sebuah simbol yang dimaksudkan agar
keluarga sang pengantin tersebut selalu makmur dan sejahtera. Sedangkan koin
uang diartikan agar rezeki sang pengantin tersebut lancar dan berkecukupan.
d.
Upacara kematian
Mayoritas
masyarakat desa Sasak beragama Islam. Oleh karenanya, upacara kematian
masyarakat desa Sasak cenderung sama seperti yang dilakukan oleh masyarakat
Islam pada umumnya, walaupun ada beberapa hal yang berbeda dalam tradisi
peringatannya. Dalam memperingati kematian anggota keluarga, masyarakat desa Sasak
akan melakukan pengajian di malam harinya. Pengajian ini dilakukan selama tiga
hari, bahkan sampai tujuh hari. Dalam pengajian tersebut mereka memanggil sang
ahli agama atau ahli pengajian. Berbeda dengan masyarakat pada umumnya, masyarakat
desa Sasak tidak akan memberi upah kepada sang ahli agama tersebut. Akan
tetapi, apabila mereka ingin memberi, pemberian tersebut harus seikhlasnya atau
yang lebih mereka kenal dengan istilah uang sabun, dan harus diterima
dengan seikhlasnya pula. Karena mereka percaya apapun yang berhubungan dengan
Tuhan harus dilakukan dengan keikhlasan.
2.5 Kesenian desa Sasak
Mengenai
kesenian, masyarakat desa Sasak memiliki kesenian yang sama dengan suku Sunda
pada umumnya. Kesenian dalma masyarakat desa Sasak salah satunya adalah tari Jaipongan. Tarian ini merupakan jenis tarian tradisional Sunda. Tarian Jaipongan adalah tarian campuran dari seni lain seperti pencak silat, topeng banjet, ketuk
tilu, wayang golek dan lain-lain. Tarian ini sangat pesat berkembangnya, musiknya pun diiringi dengan degung, ketuk, rebab, gendang, kecrek, sinden, dan goong. Pakaiannya
pun menggunakan pakaian tradisional Sunda yang terdiri dari sampur, apok dan
sinjang. Biasanya penari berlenggak lenggok mengikuti instrumen musik. Selain tari jaipongan, masyarakat juga
mengenal kesenian yang lainnya, seperti kesenian sisingan dan kesenian kuda
renggong yang ditampilkan ketika memperingati upacara khitanan.
Gambar
3. Tari Jaipongan
2.6 Jadwal Kegiatan Observasi Desa Sasak
Hari, Tanggal : Jumat, 21 April 2017
08.00-09.00 Persiapan dan Berangkat
09.00-12.00 Ramah tamah dengan keluarga Bapak
Sabeni (Ketua adat
dan ketua RT desa
Sasak)
12.00-13.00 ISHOMA
13.00-14.00 Mengenal tentang desa Sasak
14.00-15.00 Ramah tamah dengan warga dan Pulang
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Desa Sasak berada di daerah Tangerang, tepatnya di Kecamatan Mauk. Untuk mencapai ke desa ini membutuhkan waktu sekitar 1, 5
jam dari pusat kota Tangerang dan dapat ditempuh menggunakan kendaraan pribadi ataupun
angkutan umum. Mengenai
sejarah desa Sasak sendiri tidak jelas, hanya saja diketahui bahwa pada jaman
sebelum Belanda datang, tinggal seorang ulama yang bernama Syekh Najihun. Beliau merupakan salah satu menantu dan merangkap sebagai
sekretaris pribadi dari seorang ulama Syekh Nawawi yang tinggal dan meninggal di desa Sasak.
Masyarakat desa Sasak melakukan berbagai
upacara yang berhubungan dengan siklus kehidupan. Upacara ini mereka rayakan
tanpa terlepas dari tradisi nenek moyang mereka. Mengenai kesenian, masyarakat
desa Sasak mengenal beberapa yang sama dengan kesenian orang Sunda pada
umumnya. Kesenian yang ada dalam masyarakat ini diantarany adalah kesenian
sisingan, kesenian kuda renggong, dan tari Jaipongan.
3.2 Saran
Setiap masyarakat adat pasti memiliki ciri khas
yang berbeda dalam ritual kehidupan sehari-hari. Ciri-ciri tersebut telah
menjadi identitas yang harus dihormati sebagai wujud pergulatan rasionalitas
bagi para penganutnya. Oleh karena itu, tradisi masyarakat desa Sasak hendaknya
jangan dipahami sekedar ritualitas tanpa arti, melainkan memiliki nilai spirititualitas
yang mendalam yang harus diteliti dan dimengerti oleh masyarakat.
REFERENSI
"Sejarah Desa Sasak", http://sasak-village.blogspot.co.id/p/sejarah.html?m=1 ,
diakses pada 24 April 2017, jam 17.30 WIB.
"Sasak, Tangerang”, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sasak,_Mauk,_Tangerang ,
diakses pada 24 April 2017, jam 19.00 WIB.
"Desa
Sasak" http://desa-sasak-tangerang.blogspot.co.id/2012/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html?m=1 ,
diakses pada 24 April 2017, jam 19.30 WIB.
Komentar
Posting Komentar