Suku Asmat meyakini bahwa mereka berasal dari keturunan
dewa Fumeripitsy yang turun dari dunia gaib yang berada di seberang laut di
belakang ufuk tempat terbenamnya matahari. Menurut mereka, dewa nenek-moyang
dulu mendarat di bumi pada suatu tempat yang jauh di pegunungan. Dalam perjalananannya
turun ke hilir sampai ia tiba di tempat yang kini didiami oleh orang Asmat
hilir.
Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku ini terbagi
menjadi 2 populasi, yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan di bagian
pedalaman. Namun Asmat berasal dari kata-kata ‘As Akat’ yang menurut orang
Asmat artinya orang-orang yang tepat. Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa
Asmat berasal dari kata ‘Osamat’, yang artinya manusia dari pohon. Tapi,
menurut tetangga suku Asmat (suku Mimika), suku Asmat berasal dari kata-kata
mereka untuk suku ‘manue’, yang berarti pamakan manusia.
Suku ini tersebar dan mendiami wilayah sekitar
pantai laut Arafuru dan hutan belantara di pegunungan Jayawijaya. Dalam kehidupan
mereka, batu sangat berharga dan dapat dijadikan sebagai mas kawin. Suku Asmat
memiliki ciri-ciri fisik ang khas, mereka berkulit hitam, berambut keriting, dan
rata-rata laki-laki tinggi badannya 172 cm, dan perempuan 162 cm. Mereka hidup
dari berburu dan bercocok tanam. Rumah adat suku Asmat disebut Jeu, dengan
panjang rumah sampai 25 m. Suku Asmat terkenal dengan seni ukirnya. Mereka
memiliki pakaian tradisional yang khas, pria-wanita mengenakan bawahan seperti
rok yang terbuat dari rajutan daun sagu. Pada bagian kepala, mereka mengenakan
penutup yang terbuat dari rajutan daun sagu dan pada sisi atasnya dipenuhi bulu
burung kasuari. Mereka memakai pakaian adat rumbai-rumbai dari daun sagu, hanya
untuk bagian tertentu. Dalam berhias, mereka membutuhkan tanah merah untuk warna
merah, warna putih dari kulit kerang yang dihaluskan, dan hitam dari arang kayu
yang dihaluskan.
Adat-istiadat:
1. Kehamilan. Calon generasi penerus dijaga
dengan baik agar dapat lahir dengan selamat.
2. Kelahiran. Dilaksanakan upacara selamatan
secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar dengan sembilu (bambu yang
dijalarkan), lalu diberi ASI hingga 2 atau 3 tahun.
3. Pernikahan. Untuk suku Asmat yang telah
berusia 17 tahun, dilakukan peminangan oleh orangtua pihak laki-laki. Setelah kedua
belah pihak setuju, maka dilakukan uji keberanian untuk membeli wanita dengan
mas kawin piring antik yang berdasarkan nilai uang kesepakatan kapal perahu
Johnson.
4. Kematian. Jenazah disimpan dalam bentuk mumi
dan dipajang di depan joglo suku ini. Bila masyarakat umum, maka jasad
dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan
pemotongan ruas jari tangan dari keluarga yang ditinggalkan.
Suku Asmat beragama Katolik, Protestan, dan
animisme. Adat-istiadat mereka mengakui bahwa mereka adalah anak dewa yang
berasal dari dunia mistik yang letaknya dimana matahari. Suku Asmat juga
percaya bila di wilayahnya terdapat 3 macam roh yang masing-masing memiliki
sifat baik, jahat, dan yang jahat namun mati. Mereka juga yakin bahwa di tempat
tinggal manusia juga ada 3 macam roh tadi, yaitu:
·
Yi-Ow, yaitu roh nenek moyang yang baik, terutama pada
keturunannya.
·
Osbopan, yaitu roh jahat yang dianggap penghuni dari
beberapa jenis tertentu.
·
Dambin-Ow, yaitu roh jahat yang mati konyol.
Komentar
Posting Komentar