Kepercayaan aluk to dolo adalah
kepercaayaan asli tanah toraja yang terletak kurang lebih 300 km, disebelah
utara ujung pandang, sulawesi selatan. Secara harfiah, aluk artinya kepercayaan
to artinya orang dolo artinya dulu jadi aluk todolo artinya kepercayaan orang
dulu atau kepercayaan peninggalan nenek moyang.
DR. C. CYRUT seorang anthtropolog, dalam penelitiannya
menuturkan bahwa masyarakat Tana Toraja merupakan hasil dari proses akulturasi
antara penduduk (lokal/pribumi) yang mendiami daratan Sulawesi Selatan dengan
pendatang yang notabene adalah imigran dari Teluk Tongkin (daratan Cina).
Proses akulturasi antara kedua masyarakat tersebut, berawal dari berlabuhnya
Imigran Indo Cina dengan jumlah yang cukup banyak di sekitar hulu sungai yang
diperkirakan lokasinya di daerah Enrekang, kemudian para imigran ini, membangun
pemukimannya di daerah tersebut. Ketika bangsa Bugis sekian lama
berkembang di daratan Sulawesi, barulah mereka mengetahui bahwa ada suatu
penduduk yang bermukim di sekitar pegunungan, yang memiliki budaya dan
peradaban yang berkembang lebih lama dari kehadiran suku Bugis di wilayah ini.
Menurut cerita Bugis istilah Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis
Sidendereng dari luwu. Orang Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan
sebuatn To Riaja yang mengandung arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau
pegunungan”, sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah
“orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada juga versi lain bahwa kata Toraya
asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang
besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata
Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian
dengan Tana Toraja.
Dalam konsep Ketuhanan, tidak berbeda dengan
konsep anemisme lainya, aluk to dolo mempercayai adanya kekuatan gaib pada
alam, iya berada dimana-mana, seperti dipinggir langit, ditepi laut, disungai,
dalam lapisan tanah, lapisan batu, didalam matahari, di hutan, di laut, di
poju, di tempat para arwah yang sudah meninggal.
Ajaran Aluk
Todolo,selain memuja dan menyembah kepada Puang Matua juga memuja dan
menyembah pula kepada Deata – Deata yang mana Deata – deata ini terbagia atas 3
(tiga) golongan yang masing – masing:Deata Tangngana Langi’( Sang Pemelihara di
Langit ) yaitu Deata atau Dewa yang menguasai seluruh isi langit dan cakrawala.
a)
Deata Kapadanganna( Sang Pemelihara Permukaan
Bumi ) Yaitu Deata atau Dewa yang menguasai seluruh apa yangterdapat
diatas muka bumi.
b)
Deata Tangngana Padang( Sang Pemelihara dibawah
permukaan bumi atau didalam perut bumi ) yaitu Dewa atau Deata yang menguasai
segala isi tanah, lautan dan sungai.
Toraja sangat dikenal dengan upacara adatnya.
Didalam menjalankan upacara dikenal 2 (dua) macam pembagian yaitu Upacara
kedukaan disebut Rambu Solo'.
Upacara ini meliputi 7 (tujuh) tahapan,yaitu :
a.
Rapasan
b.
Barata Kendek
c. Todi
Balang
d. Todi
Rondon.
e. Todi
Sangoloi
f. Di
Silli'
g. Todi
Tanaan.
Upacara kegembiraan disebut Rambu Tuka'.
Upacara ini juga meliputi 7 (tujuh) tahapan, yaitu
a.
Tananan Bua’
b.
Tokonan Tedong
c.
Batemanurun
d.
Surasan Tallang
e.
Remesan Para
f.
Tangkean Suru
g.
Kapuran Pangugan
Upacara
Pernikahan Suku Toraja
Pernikahan bagi orang Toraja harus dengan restu
kedua pasang orang tua, jika itu dilanggar maka pria dan wanita yang menikah
tersebut akan diasingkan atau tidak diakui sebagai anak. Pada jaman dahulu
pernikahan tentu belum seperti sekarang, pria dan wanita belum bebas dan orang
tua serta keluarga besar memegang kendali dalam proses perjodohan
tersebut. Perjodohan atau pernikahan diawali dengan sebuah hantaran
berinteraksi sirih dari keluarga pria ke keluarga calon mempelai wanita. Ini
sebagai langkah awal untuk mengetahui apakah ada jalan untuk meneruskan ke
jenjang berikutnya atau tidak. Keluarga pria akan mengutus orang yang dipercaya
untuk membawa sirih ke rumah perempuan. Bila diterima dengan baik maka artinya
keluarga pihak pria bisa melanjutkan dengan acara lamaran.
Pelamaran.
Pada waktu melamar disebutkan tentang ganti
kerugian yang nilainya juga akan disebutkan pada upacara resmi perkawinan.
Pembayaran tersebut dinilai dengan kerbau. Dalam adat pernikahan orang Toraja
tidak ada disebutkan tentang mas kawin, kecuali jika sang wanita menikah dengan
pria yang tidak disetujui orang tuanya. Si pria harus membayar mas kawin yang
terdiri dari:
1. Untuk
wanita golongan puang 1-12 ekor kerbau.
2.
Wanita golongan tumakaka 1-3 ekor kerbau.
3.
Wanita golongan hamba 1 ekor kerbau.[3]
Injil yang disemai sejak 100 tahun silam di
Tana Toraja telah memberikan berkat melimpah bagi orang Toraja. Seperti
dikatakan Jonathan L. Parapak, “sebelum Injil masuk, suasana masyarakat Toraja
tidaklah ramah. Ada jual beli budak dan perebutan anak dimana-mana” jelasnya.
Tapi dengan datangnya Injil, terutama yang masuk melalui pendidikan, keadaan
masyarakat berubah total. Injil
yang ditaburkan oleh GZB (Gereformerde Zendingsbond) di tana Toraja tumbuh dan
dibina selama 34 tahun lamanya. Paham Teologi GZB yang pietis itu banyak
mempengaruhi paham teologi warga Gereja Toraja, bahkan sampai saat ini.
Komentar
Posting Komentar